komunitas sastra di jakarta
Untuktempat nongkrong komunitas seni all in one di Jakarta, anda bisa berkunjung ke Komunitas Salihara Art Centre. Lokasi yang telah berdiri selama 10 tahun ini seringkali menjadi lokasi pertunjukan seni teater, tari, konser musik, pemutaran film, hingga pembacaan sastra.
Di sana ada grup yang namanya Sinematografi Jakarta, kemudian orang-orangnya sudah tidak ada yang aktif dan saya coba mengusulkan ke beberapa anggotanya untuk kita berkumpul dan membuat satu komunitas lagi," ucap salah satu founder Komunitas Film Pendek Jakarta Muchamad Rizki Adam kepada Kebon Sirih, Menteng Jakarta Pusat (19/6/2019).
Diantara para pencetus dan penandatangan Manifes Kebudayaan ini di Jakarta adalah H.B. Jassin, Wiratmo Sukito, Goenawan Mohamad, dll. Sedangkan para manifestan di Kalimantan Selatan terdapat pula para sastrawan seperti Yustan Aziddin dan Rustam Effendi Karel. Maraknya komunitas sastra di tahun 1980-an dan 1990-an di Kalbar, khususnya di
Dikeempat wilayah itu, telah terbentuk poros-poros sastra -dan budaya—yang niscaya telah ikut menyemarakkan konstelasi kesusastraan di Jakarta dan sekitarnya. Secara keseluruhan, menurut penelitian itu, tercatat di Jakarta ada 20 komunitas, Bogor lima, Tangerang 18, dan Bekasi tiga komunitas.
Trouver Le Meilleur Site De Rencontre. › Menyambut pemberian gelar Kota Sastra UNESCO, Jakarta menyiapkan sejumlah program literasi. Kompas/Priyombodo Seorang remaja mencari buku bacaan di perpustakaan bersama di Taman Situ Lembang, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu 26/12/2021.JAKARTA, KOMPAS — Jakarta ditetapkan sebagai Kota Sastra oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNESCO pada November 2021. Sejumlah program literasi pun disiapkan untuk menyambut gelar Harian Komite Jakarta Kota Buku Laura Prinsloo pada Senin 27/12/2021 mengatakan, Jakarta punya potensi besar sebagai kota literasi. Sejumlah industri penerbitan bermula dan berdomisili di Jakarta, begitu pula dengan komunitas-komunitas literasi. Pameran buku hingga festival literasi besar pun ada di Jakarta. Jakarta memiliki perpustakaan serta penerbit komersial dan nonkomersial. Jumlah orang yang mengunjungi perpustakaan digital selama pandemi Covid-19 di 2020 pun naik 415 persen.”Jakarta sebagai City of Literature Kota Sastra merupakan bagian dari Jejaring Kota Kreatif UNESCO. Kita diharapkan dapat menjalin kerja sama, tidak hanya dengan pihak dalam negeri, tapi juga dengan kota-kota lain dalam jejaring,” kata Laura pada diskusi daring berjudul ”Jakarta sebagai UNESCO City of Literature Bagaimana Para Pemangku Kepentingan Sastra Menyambutnya?”.KOMPAS/RIZA FATHONI Anak-anak membaca buku di Bale Buku di perkampungan Gang Dendrit, RT 004 RW 008, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, Senin 29/11/2021. Bale ini berawal dari pos ronda yang disulap menjadi perpustakaan untuk anak-anak. Sebagian buku disumbang dari Suku Dinas Sudin Perpustakaan Jakarta Timur, sebagian lagi dari donasi warga sekitar, komunitas, dan perorangan pencinta buku. Koleksi buku di tempat ini kini mencapai sekitar 500 City of Literature ialah Bucheon, Korea Selatan; Nanjing, China; dan Melbourne, Australia. Kota-kota itu adalah bagian dari Jejaring Kota Kreatif UNESCO UNESCO Creative Cities Network/UCCN. Pada November 2021, ada tambahan 49 kota dalam UCCN. Dengan demikian, ada 295 kota di 90 negara dalam Duta Besar/Wakil Delegasi Tetap RI untuk UNESCO Ismunandar mengatakan, ada empat kota di Indonesia yang masuk dalam UCCN. Keempatnya adalah Pekalongan sebagai Kota Kriya dan Seni Rakyat ditetapkan pada 2014, Bandung sebagai Kota Desain 2015, Ambon sebagai Kota Musik 2019, serta Jakarta sebagai Kota Sastra 2021.Baca juga Gerakan Literasi, Lompatan Besar Intelektual Muda BintaunaTiga unsurPenetapan Jakarta sebagai City of Literature mesti diikuti dengan sejumlah program terkait literasi. Sejumlah program sudah disusun dan akan segera dilaksanakan. Laura mengatakan, program mengangkat tiga unsur, yaitu sosial, ekonomi, dan seni akan diwujudkan dalam empat pilar. Pertama, pengembangan komunitas buku. Kedua, pertemuan pemangku kepentingan industri buku dan konten. Ketiga, penguatan budaya literasi untuk menghadapi bonus demografi. Terakhir, memperkuat ekosistem sastra dan konten.”Beberapa program turunannya seperti Sayembara Kampung Literasi, pembuatan aplikasi, dan adanya perpustakaan mikro di MRT, KRL, dan sebagainya. Kami juga mengusulkan ke Pemprov DKI Jakarta untuk membuat Taman Buku Martha Tiahahu. Taman itu rencananya terdiri dari beberapa toko buku, tempat diskusi, dan perpustakaan,” kata harap gelar ini membawa perubahan dan perkembangan terhadap budaya gemar membaca di DKI Jakarta serta pengembangan kelestarian khazanah A Setyawan Pustakawan melakukan penataan bahan pustaka shelving di Perpustakaan Umum Daerah Jakarta Selatan, Gandaria, Jakarta, Rabu 27/10/2021. Perpustakaan umum di Ibu Kota mulai melayani baca di tempat sejak Senin 25/10/2021. Pembukaan perpustakaan umum itu seiring dengan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat PPKM level 2 di Ibu Kota. Namun, jumlah pengunjung dibatasi 50 persen dari kapasitas juga mengajukan inisiatif lain, yakni Jakarta sebagai tuan rumah kongres International Publisher Association tingkat dunia. Kongres itu menurut rencana digelar pada November 2022. Laura menambahkan, menjadikan Jakarta sebagai Kota Sastra yang berkelanjutan butuh dukungan semua pemangku kepentingan, baik pemerintah provinsi, komunitas, maupun Dinas Perpustakaan dan Kearsipan DKI Jakarta Wahyu Haryadi mengatakan, penetapan Jakarta sebagai Kota Sastra merupakan jalan terang untuk kemajuan kesusastraan dan perpustakaan di DKI Jakarta. Literasi dan sastra pun mesti dijadikan simbol kota.”Saya harap gelar ini membawa perubahan dan perkembangan terhadap budaya gemar membaca di DKI Jakarta serta pengembangan kelestarian khazanah sastra,” ucap FATHONI Ketua RT 004 membuka kemasan buku donasi untuk Bale Buku di perkampungan Gang Dendrit, RT 004 RW 008, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, Senin 29/11/2021. Bale ini berawal dari pos ronda yang disulap menjadi perpustakaan untuk anak-anak. Sebagian buku disumbang dari Sudin Perpustakaan Jakarta Timur, sebagian lagi dari donasi warga sekitar, komunitas, dan perorangan pencinta buku. Koleksi buku di tempat ini kini mencapai sekitar 500 juga Pemulihan ”Learning Loss” Perlu Serius DilakukanSementara itu, Guru Besar Ilmu Susastra Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Manneke Budiman mengingatkan agar gelar ini dimaknai secara tepat, apakah Jakarta sebagai Kota Sastra atau Kota Buku. Hal ini akan berpengaruh pada program yang disusun. Adapun keberhasilan program akan menentukan reputasi kota dan negara saat UNESCO melakukan evaluasi dia, Jakarta lebih tepat disebut Kota Sastra karena telah punya reputasi sebagai pusat sastra di Indonesia. Jakarta juga sudah memiliki modal penunjang, seperti penyelenggaraan Jakarta International Literary Festival JILF oleh DKJ hingga ASEAN Literary Festival ALF oleh Kemendikbudristek. Ada pula jejak peristiwa sastra di Jakarta, seperti Surat Kepercayaan Gelanggang dan Manifesto Kebudayaan.”Ada makam sastrawan di Jakarta, seperti Chairil Anwar dan Pramoedya Ananta Toer. Ada potensi wisata sastra bila diolah. Contohnya, di Startford-upon-Avon hanya ada satu rumah kelahiran sastrawan Shakespeare. Namun, kota itu disulap agar identik dengan sastrawan tersebut,” tutur Manneke.
kota menjadi sumber inspirasi dari sastraJakarta ANTARA - Festival tahunan Jakarta International Literary Festival JILF 2022 akan mengangkat tema "Kota Kita di Dunia Mereka Kewargaan, Urbanisme, Globalisme" yang berlangsung pada tanggal 22-26 Oktober 2022 di Taman Ismail Marzuki yang baru direvitalisasi. Direktur Eksekutif JILF 2022 Avianti Armand mengatakan festival ini penting untuk meramaikan lagi pusat kesenian, sebuah tempat publik yang punya wajah baru setelah revitalisasi. Selain itu, situasi juga kian kondusif meski pandemi COVID-19 masih terjadi di mana masyarakat sudah berani beraktivitas di luar rumah. "Itu adalah hal yang perlu dirayakan, tidak ada yang lebih menarik selain merayakannya dengan festival," kata Avianti di konferensi pers di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Kamis. Baca juga Festival Film Madani bawa keberagaman budaya Muslim dalam tema "Ufuk" Tema festival, yang sebelumnya digelar daring akibat pandemi, dipilih untuk merefleksikan hubungan antara kota dan sastra yang erat. "Bagaimana kota menjadi sumber inspirasi dari sastra, bagaimana sastra membuat warga memiliki pembacaan berbeda terhadap kota, punya imajinasi yang lebih kaya terhadap kota," tutur dia. Manneke Budiman, Grace Samboh, dan Mario F Lawi yang punya latar belakang berbeda menjadi kurator dan, kata Avianti, membuat proses kurasi dan pembangunan narasi menjadi beragam. Jakarta International Literary Festival digagas oleh Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta DKJ dengan semangat mengetengahkan wacana literasi Selatan-Selatan untuk membuka mata sastra dunia akan pentingnya menyeimbangkan distribusi dan apresiasi sastra global. Di seluruh penjuru bumi, kota adalah sebuah tempat perubahan dan kecenderungan globalitas adalah niscaya. Dalam catatan kuratorial yang disusun oleh Manneke Budiman, Grace Samboh dan Mario F Lawi, menyebutkan bahwa di kawasan khatulistiwa, baik dalam sudut pandang Selatan Global ataupun Dunia Ketiga, perubahan kota yang didominasi dengan meleburnya sistem kapital dunia dan sistem kenegaraan ini cenderung berakibat penyeragaman akan siapa yang berhak hidup di ruang kota dan siapa yang berkewajiban menghidupi ruang kota. Ketua DKJ periode 2020-2023 Danton Sihombing mengatakan perhelatan ini tonggak penting bagi Jakarta untuk menjembatani dialog kesusastraan dunia. Menurut Danton, JILF menjadi salah satu cara untuk melihat secara kritis bagaimana kesusastraan di dunia beroperasi dan terbentuk. "Tujuan penting dari JILF adalah membuka sekat-sekat yang membatasi sastra antarnegara Selatan dan Sastra Selatan dengan dunia internasional dengan cara membaurkan kelompok-kelompok yang selama ini terabaikan dan selanjutnya bersama membangun dialog," katanya. DKJ berharap Jakarta International Literary Festival menjadi ruang pertukaran gagasan dan diplomasi budaya sastra, serta sekaligus menjadikan Jakarta sebagai titik penting sastra dunia. Sementara itu, Ketua Komite Sastra DKJ Hasan Aspahani mengatakan JILF adalah tradisi yang wajib dipertahankan. Ia mengemukakan sejumlah sastrawan dipilih oleh tim kurator, dengan pertimbangan keberagaman jendela kota yang telah dan akan mereka bukakan. "JILF tahun ini ingin membumikan pertanyaan dan harapan-harapan itu. Akan hadir beberapa komunitas, sastrawan, pegiat literasi, yang berupaya dengan sumber daya sendiri menjadikan sastra sebagai jalan untuk memperindah kehidupan," kata Hasan. Festival ini akan menghadirkan 25 penulis, 11 komunitas, dan 41 program acara yang berlangsung dari pagi hingga malam di Taman Ismail Marzuki. Selain diskusi, akan ada pasar buku, pembacaan karya, dongeng anak, gerai kopi, pameran, pertunjukan teater, dan musik. Selama lima hari festival berlangsung, berbagai program diselenggarakan di Taman Ismail Marzuki, yaitu di Galeri Emiria Soenassa, Selasar Gedung Ali Sadikin, Galeri Annex, Teater Wahyu Sihombing, dan Cafetaria Planetarium. Program-program tersebut di antaranya adalah Author’s Forum, Reading Night, Pameran JILF, Book Fair JILF x Patjarmerah, Community Projects, Pertunjukan Teater Satu Lampung dan Studi Kolektif Koridor Miring, Pembacaan Puisi, Diskusi, dan Fringe Event Ngopi Sore Tempo, Komunitas Bambu & Moli Kobam, Pustaka Bergerak, Food Truck, dan Tur Wisata Raden Saleh. JILF 2022 juga bekerja sama dengan berbagai komunitas di Indonesia dalam program Community Projects. Komunitas-komunitas ini adalah Kelompok Pencinta Bacaan Anak, Lingkar Studi Sastra Denpasar, Danarto dkk, Komunitas Gubuak Kopi, Katakerja. Juga Klub Buku Petra, Abi ML Studio Klampisan, dan Komunitas Sastra Dusun Flobamora. Sejumlah penulis dan penyair terlibat dalam festival ini, di antaranya Dea Anugrah, Irwan Ahmett, Tita Salina, Titiso Kour-Ara, Saras Dewi, Rio Johan, Bernice Chauly, Zaky Yamani. Selain itu juga ada Alexandra de Araújo Tilman, Ben Sohib, Sandra A. Mushi, Evi Sri Rezeki, Warsan Weedshan, Margareta Astaman, Ama Achmad, Raudal Tanjung Banua, JJ Rizal, Michael Pronko, dan Esha Tegar Putra. Baca juga DKJ cermati proses seniman unggul di Jakarta Baca juga Seniman DKJ harapkan ada gerakan ritus budaya di pesisir Jakarta Utara Baca juga Seniman DKJ gemakan kolaborasi atasi masalah pesisir Jakarta UtaraPewarta Nanien YuniarEditor Alviansyah Pasaribu COPYRIGHT © ANTARA 2022
› Selama pandemi Covid-19, kegiatan komunitas sastra di berbagai daerah tetap berjalan meski di ruang virtual. Sastra berjalan ke arahnya yang baru yakni sebagai gerakan akar rumput. Oleh BUDI SUWARNA, ELSA EMIRIA LEBA, MOHAMMAD HILMI FAIQ, DWI AS SETIANINGSIH 6 menit baca ARSIP LAKOAT KUJAWASSuasana lokakarya musikalisasi puisi yang dilakukan oleh anak-anak di Mollo Utara, Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. didirikan Dicky Senda pada 2016, merupakan kewirasahaan sosial yang fokus pada pengembangan pendidikan, kebudayaan, dan ekonomi kreatif masyarakat lokal. KOMPAS, JAKARTA — Dalam beberapa tahun terakhir, komunitas-komunitas sastra tumbuh subur di berbagai daerah. Komunitas-komunitas itu bergerak ke arah baru yakni sebagai bagian dari gerakan literasi dan pemberdayaan di akar rumput. Komunitas ini diikuti beragam kalangan, mulai dari anak-anak, orang dewasa, mahasiswa, karyawan di perkotaan, hingga ibu rumah tangga di desa. Pengamat melihat hal ini sebagai gejala demokratisasi sastra yang menjanjikan lahirnya aneka wacana sastra antara lain tumbuh di Sulawesi Barat. Dahri Dahlan, sastrawan Mandar, Kamis 3/3/2022, menceritakan, saat ini setidaknya ada 13 komunitas sastra yang melibatkan banyak warga dari berbagai kalangan, termasuk buruh migran di beberapa kabupaten di Sulbar. Sebagian komunitas, terutama yang bergerak di bidang teater, sudah ada sejak 1990. Sebagian lagi baru muncul pada tahun 2000-an. Kemunculan komunitas-komunitas itu diikuti dengan ledakan penerbitan buku sastra pada 2015. ”Tiba-tiba saja orang Sulbar seperti berlomba-lomba menulis dan menerbitkan buku cerita. Bersastra sudah seperti gaya hidup saja,” ujar Dahri, penulis cerita anak mandar Kisah Samariona yang diadaptasi menjadi drama sinisiar podcast oleh Teater buku-buku yang ditulis penulis lokal, lanjut Dahri, didorong munculnya penerbit-penerbit buku di Polewali, salah satunya yang cukup intens menerbitkan buku adalah Gerbang Visual. Sebelumnya, penulis di Sulbar menerbitkan buku di penerbitan di Yogyakarta. Lantas bukunya dikirim ke Sulbar. Sekarang dengan adanya penerbit buku lokal, penerbitan buku jadi lebih murah dan massif. Penulis juga lebih bebas berdiskusi terkait isi buku termasuk narasi yang ingin PaqissangangSalah satu kegiatan Bendipustaka Paqissangang, Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Tampak seorang remaja putri yang masih sangat belia membacakan salah satu puisi dari penyair terkenal kita, Chairil Anwar, yang terhimpun dalam buku AKU.”Kami penulis jadi punya pikiran bagaimana membuat corak baru dari satra Mandar yang berbeda dengan daerah lain,” ujar Dahri yang juga dosen pada Program Studi Sastra Indonesia Universitas Mulawarman, Kalimantan gairah sastra di Sulbar, lanjut Dahri, muncul penulis-penulis baru yang menekuni isu-isu spesifik. Salah seorang di antaranya Nasmawati Nahar yang fokus menulis kisah perempuan dan buruh migran korban di Mollo Utara, Timor Tengah Selatan, NTT, lahir komunitas yang diinisiasi oleh Dicky Senda. Komunitas yang bermula di sebuah perpustakaan kecil itu kini beranggotakan sekitar 200 anak dan 50 warga dewasa yang tersebar di beberapa desa, seperti Taiftob dan juga Selamatkan Sastra dari KebangkrutanLewat berbagai pelatihan penulisan dan kolaborasi, anggota komunitas berhasil menulis aneka buku yang ceritanya diangkat dari tradisi adat, legenda, dan fabel Mollo. Mereka juga mengambil foto-foto Mollo dan mengumpulkan resep-resep kuliner Mollo. Semua itu lantas dibuatkan arsipnya di media sosial. Lewat media sosial pula mereka mengampanyekan Mollo ke dunia Senda mengatakan, dulu banyak anak muda tidak tahu sejarah, budaya, dan narasi Mollo. Sekarang mereka sudah belajar lagi. ”Seni dan budaya menjadi jembatan penghubung generasi muda dan tua karena menyentuh perasaan dan jiwa, relevan dengan kehidupan,” kata Dicky, Rabu 2/3/2022.ARSIP LAKOAT KUJAWASSuasana proses perekaman musikalisasi puisi dari buku Tubuhku Batu, Rumahku Bulan oleh komunitas di Mollo Utara, Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. didirikan Dicky Senda pada 2016, merupakan kewirausahaan sosial yang fokus pada pengembangan pendidikan, kebudayaan, dan ekonomi kreatif masyarakat lokal. Di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, tumbuh komunitas Babasal Mombasa yang merupakan akronim tiga suku yang ada di Banggai, yakni Banggai, Balantak, dan Saluan. Adapun Mombasa artinya membaca. Ama Achmad, pendiri Babasal Mombasa, mengatakan, komunitas itu dibentuk sebagai penanda identitas kultural Banggai. Komunitas ini rajin merekam peristiwa yang terjadi di Banggai dalam bentuk tulisan, menggelar malam puisi, dan merancang penerbitan buku-buku sastra di kabupaten yang sampai sekarang tidak memiliki toko buku serupa muncul di Madura. Salah satu penandanya adalah komunitas Perempuan Membaca yang didirikan Iffah Hannah pada 2016. Di komunitas ini, perempuan dari berbagai latar belakang dan usia didorong untuk saling berbagi cerita buku yang mereka baca, mendiskusikan persoalan yang sering dihadapi perempuan. Sebagian anggota rajin menulis pengalaman mereka di situs komunitas dalam aneka genre Solok, Sumatera Barat, muncul komunitas Gubuak Kopi pada 2012. Komunitas yang diinisiasi Albert Rahman Putra ini mendokumentasikan banyak hal tentang Solok lewat program Vlog Kampuang. Kampanye ini mendapat tanggapan antusias dari masyarakat Solok dengan mengirim dokumentasi potret sosial dan wajah kontemporer Solok. Hingga saat ini, sudah ada sekitar unggahan di akun solokmilikwarga di juga Gairah Berkisah Penulis TuaKomunitas juga merilis buku, menggelar sejumlah proyek seni dan sastra, dan menemani 100 penulis muda yang menjadi anggotanya. “Kami ingin membangun narasi tentang Solok dengan berbagai metode,” kata serupa muncul pula di berbagai daerah di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Bali, Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, Jawa Barat, dan lain-lain. Pada masa pandemi Covid-19, kegiatan komunitas sastra di berbagai daerah tetap jalan meski pindah ke ruang virtual. Dari pelosok-pelosok daerah di Indonesia mereka menggelar webinar penulisan sastra atau diskusi sastra di IG Live, bahkan residensi Perempuan Membaca, misalnya, menggelar IG Live untuk berbagi pengalaman soal novel pesantren dengan menghadirkan Khilma Anis, penulis Hati Suhita, yang oplahnya hampir mencapai eksemplar lewat penjualan sendiri tanpa toko sastraNirwan Arsuka, inisiator program literasi Pustaka Bergerak, melihat, munculnya komunitas-komunitas dalam beberapa tahun terakhir sebagai fenomena menarik karena di situ ada semacam demokratisasi kegiatan sastra. Pelakunya bukan hanya para sastrawan yang cukup mapan, melainkan juga kalangan lain yang semula tidak banyak bersentuhan dengan dunia DESTIAN/GALERI NASIONAL INSuasana Pameran Daur Subur 7 Circumstance pada tahun 2021. Circumstance adalah presentasi publik dari studi mengenai keterkaitan unsur dan elemen masyarakat di Kelurahan Kampung Jawa, Solok, Sumatera Barat. Proyek lanjutan dari proyek seni Daur Subur ini digagas oleh Komunitas Gubuak Kopi, sebuah komunitas yang didirikan Albert Rahman Putra. “Ini sebenarnya dilakukan sejak dulu. Tetapi kawan-kawan komunitas sekarang fasih menggunakan medium sastra sebagai ekspresi kultural maupun politik. Mereka menggunakan sastra bukan untuk ego individu tapi kolektif. Kecenderungan ini meluas di banyak daerah yang jauh dari Jawa,” ujar Nirwan, Rabu 3/3/2022.Fenomena ini, lanjut Nirwan, penting karena melahirkan narasi-narasi baru yang dikemas dalam aneka medium mulai teks tertulis, pertunjukan drama, komik, film, dan lain-lain. Perspektif yang mereka gunakan juga sangat berbeda dengan perspektif dominan dalam melihat persoalan melihat ada beberapa faktor yang mendorong fenomena tersebut. Pertama, kemudahan dalam memperoleh dan menyebarkan informasi di era dgital. Kedua, tumbuhnya penerbitan-penerbitan indie di berbagai daerah. Ketiga, ada kesadaran di kalangan komunitas sastra bahwa mereka mesti memiliki suara yang otentik. ”Sekarang suara-suara pinggiran dianggap penting dan makin dihargai. Ini merangsang kawan-kawan untuk menggali narasi-narasi lokal,” ujar jaringan komunitas sastra di daerah, lanjut Nirwan, belajar dari Yogyakarta dan Bandung yang secara kultural dianggap sebagai tandingan narasi Jakarta. Komunitas sastra di Yogyakarta dan Bandung masih ada yang setia mendampingi komunitas-komunitas sastra di daerah, mengajari mereka mengedit buku, dan mendorong teman-teman untuk pulang ke daerah masing-masing dan mengembangkan sastra di sastra di daerah, lanjut Nirwan, telah menghasilkan banyak karya dengan perspektif yang unik. ”Soal lahirnya karya yang punya kualitas tinggi kita tinggal tunggu waktu saja,” ujar yakin hal itu akan karena dari sejumlah komunitas sastra muncul penulis-penulis yang menunjukkan kemampuan yang semakin hebat dalam menggunakan bahasa Indonesia. ”Kawan-kawan di Sulsel dan NTT misalnya penggunaan bahasanya tidak kalah dengan penulis di Jawa, bahkan ada yang lebih bagus,” kata Nirwan. BSW/DOE/MHF/LSA
Kongres Komunitas Sastra Indonesia III dan Seminar Sastra Nasional Kongres Komunitas Sastra Indonesia III dan Seminar Sastra Nasional Kongres Komunitas Sastra Indonesia III dan Seminar Sastra Nasional Kongres Komunitas Sastra Indonesia III dan Seminar Sastra Nasional Kongres Komunitas Sastra Indonesia III dan Seminar Sastra Nasional Kongres Komunitas Sastra Indonesia III dan Seminar Sastra Nasional Memasuki usia ke-20 tahun, Komunitas Sastra Indonesia KSI menggelar Kongres Komunitas Sastra Indonesia III di Kota Tangerang Selatan Tangsel, Banten, pada 8-10 Januari 2016. Selain pemilihan pengurus KSI periode 2016-2019 sebagai agenda utama, kongres juga diisi seminar sastra nasional dengan tema “Kembali ke Literasi Peta dan Prospek Penerbitan Komunitas Sastra di Indonesia”. Kongres dan seminar sastra ini menjadi pijakan untuk membangun kegembiraan berorganisasi dan berkarya di dalam komunitas sastra. Dua puluh tahun lalu, KSI merupakan komunitas sastra yang kecil, tapi terasa lapang. Berbagai aktivitas sastra dilakukan secara gembira dan guyub. Sekarang, KSI menjadi komunitas sastra yang tergolong besar dengan cara pandang dan latar belakang para anggota yang beragam. Keragaman tersebut bukan penghalang untuk membangun kegembiraan berorganisasi dan berkarya. Salah satu yang ingin ditekankan KSI ke depan adalah satu hal mendasar bagi komunitas sastra, yakni tradisi literasi yang bermuara pada penerbitan buku. Sejak 1996, Komunitas Sastra Indonesia KSI berupaya mendorong pertumbuhan dan perkembangan sastra Indonesia ke arah yang lebih sehat dan kondusif untuk ikut melahirkan para penulis baru dan karya-karya yang bermanfaat bagi masyarakat dalam perkembangan sastra Indonesia. Berbagai kegiatan telah dilakukan KSI, baik di tingkat pusat maupun di tingkat cabang. Mulai dari diskusi, bengkel penulisan, seminar, penelitian, penerbitan buku, sayembara penulisan, pementasan, pemberian penghargaan, hingga kegiatan kepedulian sosial, baik dalam skala terbatas maupun skala yang lebih luas, termasuk skala internasional, seperti menyelenggarakan Jakarta International Literary Festival JIL-Fest. Berbagai kegiatan tersebut diselenggarakan secara swadaya oleh para anggota dan pengurus KSI sendiri atau bekerja sama dengan banyak pihak. Selama ini, KSI telah bekerja sama dengan lembaga atau instansi pemerintah pusat atau daerah, badan usaha milik pemerintah pusat atau daerah, badan usaha swasta nasional, lembaga swadaya masyarakat, komunitas budaya, komunitas seni, dan komunitas sastra lain, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Dengan semakin maraknya kegiatan Budaya tentunya semakin meningkatkan rasa cinta kepada Indonesia. Mencintai budaya adalah wujud rasa bangga dan cinta kita terhadap Indonesia, karena yang menyatukan bangsa adalah budaya. Cinta Budaya, Cinta Indonesia. Artikel Terkait
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. fun% - Ide kreatif,unik disertai konsep yang teruji akan mampu menjadi sesuatu yang diharapkan semua pihak. Termasuk memberdayakan komunitas berbasis wisata yang ada di DKI Jakarta, terutama 12 Destinasi Jakarta Utara. Kota Jakarta Utara tak pernah sepi dengan segala aktivitas para komunitasnya. Hasil kunjungan dan pantauan di sejumlah titik 12 destinasi sangat beragam komunitasnya, seperti di Kelapa Gading ada komunitas robotic, air soft gun, mobil, sepeda dan penggila olahraga lainnya tak ketinggalan pencinta kulinernya. Islamic centre yang merupakan kajian dan pusat kegiatan religi banyak komunitas-komunitas pelajar, mahasiswa yang kerap mengunjungi mesjid terbesar di Jakarta Utara melalui kajian, diskusi, seminar dan membedah persoalaan keagamaan hingga mengundang wisatawan daerah dan mancanegara. Stasiun Tanjungpriok, salah satu destinasi kerap disambangi turis dan komunity tempoe doloe, klub fogorafer serta pencinta historia Kota Jakarta dan penggila arsitektur. Kampoeng Tugu dengan keunikan dan wisata seni serta sejarah keroncong juga merupakan pusat komunitas pencinta keroncong. Lantunan kerontjong toegoe tak tertandingi hingga mancanegara, bahkan beberapa pelatihan jurnalistik kerap menjadikan kampung Tugo serta Kerontjong Toegoe menjadi bahan tulisan. Bahtera Jaya atau Yacht Club menjadi pusat komunitas olahraga air, banyak pencinta olahraga layar, kayak, ski yang menjadikan Bahtera Jaya Ancol sebagai tempat berbagi ilmu terutama di olahraga air . Tak ketinggalan Bahtera Ancol menjadi pusat wisata mancing antar pulau-pulau di Indonesia dengan komunitas Kamikazenya. Ancol Taman Impian menjadi patron destinasi wisata di seluruh Indonesia termasuk pusat segala komunitasnya, skalanya sudah mendunia. SUnda Kelapa pantas disebut mutiaranya fotografer, para komunitas menjadikan pelabuhan tradisionalnya sebagai acuan fotografer untuk mengabadikan kegiatan dan perahu phinisnya. Hutan suaka margasatwa Muara Angke, baik komunitas foto, Bird Watching, lingkungan selalu menjadikan areal hutan bakau ini tujuan pelestarian dan selalu dilindungi para komunitas lingkungan hingga tercipta komunitas lingkungan yang selalu lahir dari Hutan Muara Angke. Pemberdayaan masyarakat di sekitar lokasi wisata, Pemprov DKI kembangkan konsep wisata berbasis komunitas community based tourism. Sedikitnya terdapat sekitar 160 komunitas berpotensi menjadi tempat wisata. Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI, Arie Budiman, menyatakan langkah ini sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi wisata. Mengingat di tengah pesatnya pertumbuhan industri pariwisata global dan nasional, keberadaan mereka kerap tersisihkan. 1 2 Lihat Travel Story Selengkapnya
komunitas sastra di jakarta